Cari Blog Ini

21 Juni 2011

Catatan Pribadi, hb. Ali Baharun, Ihya Ulumuddin Dan Kamarku Yang Istimewa


Pagi yang cerah. Semalam aku tidur agak larut. Jam12 aku baru merebahkan tubuh yang terasa penat di atas ranjangku yang sedikit berantakan. Akibatnya bisa ditebak, aku pun bangun kesiangan. Hampir tertinggal 25 menit dari waktu shalat subuh. Beranjak dari ranjang, aku mengambil air wudhu dari kamar mandi terbaik di pondok. Ya. Kami patut bersyukur karena kamarmandi itu selalu bersih dan paling penting, selalu terisi dengan air. Di sini, tidak semua akan mendapatiair dengan mudah. Tahu kenapa? Karena aku tiggal di sebuah kamar yang merupakan kantor sebuah majalah pondokku. Kamar mandi itu selalu ada yang membersihkan dan berusha membuat air di situ banyak selalu. Alhamdulillah. Apalagi masuk ke situ tanpa melalui antrean yang hamper pasti akan dialami jika aku masuku ke selain kamar mandi ‘khusus’ itu.

Selesai dengan dua raka’at subuh dan wirid singkat, aku mendengar suara pengajian ustadzku, Hb. Ali Baharun, yang menerobos masuk melewati ventilasi kamarku dan menembus gendang telingaku. Pengajian dari ustadz itu memang selaluberbeda.

Pribadinya mencerminkan kehidupan sufistik. Mengingatkan kita akan gaya hidup para sufi di era keemasan Islam di bawah dinasti khilafah. Hobinya adalah mengaji, juga beribadah malam. Sangat menguasai kajian asketik karena tentu saja dia memang mengamalkannya di kehidupan yang sebenarnya, tidak seperti ustadz lain yang kadang apa yang ia ucapkan tak mampu ia amalkan hingga kurang mengena. Dia saja tak mampu menjalnkan, kok menyuruh yang lain mengamalkan. Mungkin itu yang ada di pikiran pendengarnya. Hb. Ali, merupakan salah satu guru favoritku.

Materi Pengajian di pagi itu adalah Ihya’ ulumuddin, opus magnum dari seorang ulam kesohor bergelar Hujjatu Islam, al-ghozali, yang menjadi acuan untuk ajaran sufi, dan diakui seluruh penganut Islam, setidaknya yang beraliran ahlussunnah wal jama’ah. Menerangkan tentang hubbuddunya, penjelasanny yang memikat membuatku tertarik untuk mengganti baju dengan baju taqwa, berjalan keluar di pagi yang dingin, waktu yang enak untuktidur beslimut, dan duduk di antara ratusan pendengar lainnya. Paling tidak utuk menyiram hatiku yang terasa keras agar sedikit dingin dan tidak terlalu jauh terseret arus Materialis yang menenggelamkan orang kebanyakan. Dan, usahaku itu ternyata manjur dan membuahkan hasil. Sebenarnya aku bisa saja hanya mendeengar pengajian itu dari dalm kamarku, karena antara masjid tempat mengaji dan kamarku yang hanya bejarak 25 meter. Namun ketertarikanku membuatku tak merasa puas jika hanya mendengar dari kejauhan. Hadir dan mendengar dari dekat paling tidak akan membuatku lebih berkonsentrasi menyimak apa yang guruku sampaikan.

Capek juga ngetik segini banyaknya. Pengennya aku nulis juga materi waktu itu. Share gitu. Tapi, lain kali saja lah. Aku mau istirahat dulu.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pengen dilanjutin artikelnya, tapi keburu lupa apa yang mau ditulis, jadi cukup ini saja dulu..

By: amiruddin fahmi, si tampan, jenius, dan baik hati.. :)

1 komentar:

  1. cakep..
    Albashiroh is d best forever

    By: pengagum rahasia anda

    BalasHapus