Sekolah merupakan faktor utama pembentuk kepribadian. Setiap
materi pelajaran, nilai dan teladan yang didapat di sekolah akan diserap oleh
siswa dan mempengaruhi karakter secara signifikan. Baik teladan itu ia dapat
dari guru maupun teman satu sekolahnya. Kualitas dan tingkah laku seseorang
selalu dikaitkan dengan di sekolah mana ia menempuh jenjang pendidikan. Hal
inilah yang mengharuskan untuk memberi perhatian khusus pada sekolah yang menjadi
lingkungan utama anak belajar.
Minimnya perhatian orang tua terhadap perkembangan anak semakin menambah
dominasi sekolah terhadap perkembangan dan pembawaan anak. Agaknya, teori lama Ki Hajar Dewantara
yang menomorduakan peranan sekolah dalam pengaruhnya terhadap perkembangan
menyeluruh pada anak setelah faktor kelurga perlu ditinjau ulang. Apalagi orang
tua belakangan ini cenderung menyerahkan
kepercayaannya dalam pendidikan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Secara
selektif orang tua menunjuk satu lembaga pendidikan agar bisa lebih
berkonsentrasi total terhadap pekerjaannya.
Usaha gigih wahhabi itu pada akhirnya membuahkan hasil. Tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhid asma’ wa shifat berhasil masuk menjadi bagian modul pelajaran akidah akhlak standar nasional. Secara eksplisit, memang tidak disebutkan pembagian tauhid menjadi tiga macam ke dalam muatan pelajaran. Hanya saja, dengan cerdik materi itu mereka sisipkan bebarengan dengan sifat wajib allah yang dua puluh itu. Dengan praktek yang halus ini, tentu saja anak didik dikhawatirkan akan mengira bahwa ragam tauhid ini adalah satu paket wajib hapal bersama sifat wajib 20 yang sudah familiar dan biasa dilantunkan sebelum shalat.
Fenomena inilah yang patut diwaspadai oleh seluruh kalangan
khususnya para orangtua, pemerhati pendidikan dan tokoh masyarakat. Sudah
sepatutnya sekolah mendapat perhatian lebih dalam segala aspeknya. Kapabilitas
guru sebagai orang paling didengar dan diikuti pemikirannya serta teman sebagai tolok ukur
pandangan. Terutama lagi adalah materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Para
pemangku sekolah harus memberi perhatian lebih terkait hal-hal tersebut.
Terkait dengan materi
pelajaran yang menjadi muatan
kurikulum, beberapa aliran dalam Islam mulai bergerak menyisipkan ideologi eksklusifnya
ke dalam kurikulum nasional melalui mata pelajaran berbasis agama. Beberapa doktrin “tidak benar” berhasil
masuk menjadi bagian dari materi esensial mata pelajaran akidah akhlak edaran
kementerian agama pusat 2009 lalu (Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan
Keagamaan Kemenag). Artinya, doktrin tersebut merupakan bagian dari materi yang
wajib dikuasai anak-anak didik yang menempuh jenjang pendidikan dalam sekolah.
Karena sudah menjadi materi pelajaran, implikasinya adalah doktrin ini menjadi
materi ujian yang akan dihapalkan dan tidak menutup kemungkinan akan “dianut”
siswa karena dianggap sebagai kebenaran yang harus diyakini. Naik dari ranah
kognitif yang hanya menitikberatkan pada penguasaan materi dalam otak ke taraf afektif (hati)
dan menjadi kepercayaan.
Sejak berlakunya otonomi pendidikan
pada tahun 2001 dengan dijalankannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan dan kesempatan untuk
memberdayakan segala hal dalam penyelengaraan pendidikan, baik itu muatan
kurikulum, proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan
sekolah, fasilitas dan sarana belajar. Meski begitu, pemerintah pusat tetap
menetapkan standar isi dan kompetensi yang harus dijadikan acuan dalam
pengembangan kurikulum. Inilah yang berpotensi memicu problem dalam tataran
lebih lanjut. Standar isi yang ditetapkan diyakini tidak –akan mampu memenuhi kemauan
beragam aliran Islam khususnya dalam aspek akidah karena masing-masing aliran
secara spesifik memiliki karakteristik yang
tak bisa diintegrasikan untuk mencapai konsensus. Sebagai contoh, ahlussunnah
tentu berbeda dengan wahhabi dalam pendekatan masalah tauhid. Mereka mengenal
konsep tauhid dengan tiga macamnya, yaitu
uluhiyyah, rububiyyah dan asma’ wa shifat sedangkan
ahlussunnah mengingkari konsep yang digagas ibnu taimiyyah ini. Jangan harap
akan ada kompromi menyikapi perbedaan prinsip dalam masalah ini.
Pada mulanya,
macam-macam tauhid khas wahhabi yakni tauhid uluhiyyah, rububiyyah dan tauhid
asma’ wa shifat belumlah menjadi standar isi mata pelajaran pendidikan agama
islam nasional. Hal ini terlihat dari kritik yang disampaikan oleh Prof. Dr.
Muhaimin, MA pada acara workshop penilaian pendidikan agama islam pada sekolah
di Bogor, 2007 silam. Seperti tertulis dalam artikelnya yang berjudul “Analisis
Kritis Terhadap Permendiknas no. 23/2006 & no. 22/2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
Pendidikan Agama Islam di SD/MI, SMP/MTS & SMA/MA”, Muhaimin mengkritik rumusan Standar Kompetensi Lulusan aspek akidah
yang tidak mengadopsi tauhid berkarakter wahhabi. Ia pun melayangkan kritik
terhadap pendidikan agama Islam nasional secara umum seraya berusaha
menyisipkan materi tauhid ala wahhabi ke dalam materi pendidikan agama. Guru
Besar UIN Malang untuk Ilmu Pendidikan Agama dalam artikelnya ini menyebutkan perlunya
menjadikan tiga macam tauhid itu sebagai bagian dari standar kompetensi lulusan
dan kompetensi dasar aspek akidah untuk mata pelajaran akidah akhlak. Selain
menyebutkan keunggulan model tauhid ala ibnu taimiyyah tersebut dalam
artikelnya, beliau juga menuturkan kekurangan konsep tauhid madzhab al-asy’ari
yang membagi sifat allah menjadi dua puluh, dan lain sebagainya.
Secara
runtut dan ilmiah khas seorang akademisi, Muhaimin mengemukakan argumennya dan
mengkritik model lama pelajaran akidah.
Dia berkeinginan untuk mengeliminasi konsep tauhid asy’ari seperti sifat
wajib allah yang 20 lalu mengisinya dengan asma’ul husna. Alasan yang
dipaparkan pun cukup menarik dan rasional. Dia beranggapan bahwa model lama
sifat dua puluh dirasa kurang tepat dan mengena sesuai tujuan pelajaran akidah,
yaitu lebih menyentuh dimensi hati dan memberi dampak kejiwaan pada kualitas
iman seorang muslim. Asma’ul husna dipandang lebih mampu menyentuh perasaan
seorang muslim dan memiliki efek yang lebih nyata dan praktis daripada sifat
wajib yang dua puluh. Hanya rumusan rasionalistik.
Prof. Muhaimin, Guru Besar UIN Malang dan Ilustrasi Buku Akidah Akhlak
Usaha gigih wahhabi itu pada akhirnya membuahkan hasil. Tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhid asma’ wa shifat berhasil masuk menjadi bagian modul pelajaran akidah akhlak standar nasional. Secara eksplisit, memang tidak disebutkan pembagian tauhid menjadi tiga macam ke dalam muatan pelajaran. Hanya saja, dengan cerdik materi itu mereka sisipkan bebarengan dengan sifat wajib allah yang dua puluh itu. Dengan praktek yang halus ini, tentu saja anak didik dikhawatirkan akan mengira bahwa ragam tauhid ini adalah satu paket wajib hapal bersama sifat wajib 20 yang sudah familiar dan biasa dilantunkan sebelum shalat.
Jika
dilihat sekilas, penyisipan tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah ke dalam
mata pelajaran pendidikan agama islam aspek akidah seakan tidak berbahaya dan berpengaruh
signifikan. Apalagi menilik alasan yang dikemukakan Muhaimin seperti di atas.
Terlihat logis dan lebih masuk akal. Padahal sebenarnya dari konsep tauhid
macam inilah jurang lebar antara dua komunitas besar muslim berpotensi
tercipta. Tidak main-main. Dengan bepijak pada mainstream tauhid macam ini, wahhabi
bisa-bisa mengkafirkan mayoritas muslim Indonesia sebab praktek ibadah yang
biasa mereka amalkan seperti membaca burdah, manaqib dan semisalnya.
Bila ditinjau
dalam spektrum yang lebih luas, kekakuan wahhabi dalam berislam bisa dilihat
dalam kehidupan beragama di Arab Saudi. Di Indonesia, dinamika perbedaan masih
bisa ditolerir dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, namun tidak demikian halnya
dengan di Arab Saudi. Implikasi dari konsep tauhid inilah yang menciptakan
perbedaan karena menjadi legitimasi bagi beberapa sikap mereka yang
kontroversial di mata umat Islam. Larangan mengadakan maulid dan beberapa
kegiatan kebaikan seperti istighotsah bahkan sikap mengangkat kedua tangan
ketika berdoa di Makam Rasulullah adalah beberapa dampak serius dari perbedaan
dalam memahami konsep tauhid yang benar. Yang paling fatal, fanatisme pada
konsep tauhid tiga macam ini akan berujung pada sikap saling mengkafirkan antar
sesama muslim. Hal apa pula yang lebih besar dari tidak diakui sebagai sebagai
muslim?
Implikasi konsep
tauhid uluhiyyah rububiyyah dalam praktek keislaman di Indonesia berpotensi
memicu friksi tajam antar umat islam. Apalagi ini berhubungan dengan dua
komunitas muslim dengan kuantitas terbesar di Indonesia. Jika dipaksakan, peluang
untuk ke sana akan semakin terbuka lebar.
Ahlussunnah
yang merupakan mayoritas di Indonesia harusnya tanggap menyikapi hal ini. Jika
tauhid model lama dianggap tidak akomodatif terhadap minat masa sekarang,
bukankah itu hanya masalah pendekatan dan cara penyampaian saja yang tidak
menarik? Jika diperbaharui dan dikemas lebih menarik sesuai selera penyampaian
pendidikan kontemporer yang kreatif, bukan tidak mungkin anak Sekolah Dasar pun
bisa menjangkau dan menikmati materi tauhid ahlussunnah semacam 20 Sifat Wajib
Allah yang oleh Muhaimin dikatakan “kurang mengena”. Sepertinya itu hanya
masalah penyajian saja yang kurang menarik dan kurang penjabaran makna. Tentu
saja ini menjadi tugas umat muslim seluruhnya khususnya yang berkecimpung di
dunia pendidikan Indonesia. Bila terus-menerus tidak mendapat perhatian, lubang
yang “kecil” ini akan semakin meluas dan boleh jadi akan menggerus habis jejak
Ahlussunnah pada Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Amiruddin Fahmi
gambar menyusul kalo lagi mood
BalasHapusya Alloh begitu gigihnya mereka, begitulah Wahabi atau yang lebih di kenal Salafy di indonesia begitu banyak mengajak atau mendakwahkan kepada kalangan mahasiswa sehingga begitu cepat perkembangannya. jaga anak2 dan keluarga kita dari ajaran SALAFY yang bisa mengkafirkan umat muslim lain yang tidak sesuai dengan tauhid mereka ala ibnu taimiyyah.
BalasHapusterima kasih
terimakasih sudah berkunjung, mas Ipin Muhammad..
BalasHapusya begitulah usaha mereka memperjuangkan ideologinya.. kalau tidak ada yang mengawal, bisa-bisa tanpa disadari mereka telah mempengaruhi anak-anak dan lingkungan sekitar kita..
Kita sebenarnya harus bersyukur, dengan kritik-kritik yang sifatnya meluruskan Islam. Jika Islam itu seperti itu, mengapa tidak. Sebenarnya yang masuk kategori ahlusunnah itu yang mana sih. O.o NU ? Kok saya kira terbalik. O.o NU itu lebih cenderung pada kategori ahlul bit'ah. Jika Islam ini diserahkan o.o seperti itu ya kondisinya tetap parah seperti sekarang. Sudah berapa abad o.o spt NU ini memegang kendali ummat? Ya, karena terlalu jauh melenceng, ya hasilnya bisa kita lihat seperti sekarang. Untuk meraih kembali kejayaan Islam, kembalilah kepada Islam yang sebenarnya! Dan sebenarnya, tidak perlu sedikit-sedikit memvonis wahabi.Adanya ya Islam yang murni! Pastilah pertolongan Allah akan segera turun!
Hapusgila ente... ... nganggap NU itu ahli bidah. Ente sendiri nulis di internet kaya gini ada gak tuntunannya dari Nabi SAW. Pasti ente langsung membalikkan state saya... ... ah ngenet kan bukan perkara bidah dalam agama, tapi bid'ah lughowi. itu lebih bid'ah lagi karena dalam hadits memangnya ada redaksi Nabi membagi bid'ah jadi macem.
Hapusdan ente merasa karena lebih brpulang pada quran dan hadits ente merasa lebih murni ... ... Ya Allah ente yaqin semua amal ente lebih diterima dari kami
Jadilah pengawal kemurnian Islam ! Jangan justru sebaliknya!
BalasHapusSaya secara pribadi tidak repot apakah itu wahhabi atau apapun namanya, jika hati telah terbuka, dia akan mengambil mana yang benar dan mana yang salah. Jika kita menutup diri hanya pada aliran yang kita yakini benar. Kita akan menutup banyak pintu kebenaran.
BalasHapus"Wahai orang-orang yang beriman ketika datang kepada kalian orang yang fasik dengan membawa suatu berita maka tabayunlah (mencari kebenaran berita)".(QS. Al Hujurot : 6)
BalasHapusSebelum anda menuduh Wahabi sebaiknya pelajari konsep2 Wahabi, bandingkan dengan ajaran2 Rasulullah. Dahulu saya sangat membenci Wahabi, setelah saya mengkritisi, mencari tahu, mendalami dan memahami kosep beserta dalil2nya, ternyata manhaj Wahabi adalah manhaj Rasulullah dan para shahabat Nabi Saw, sangat sesuai dengan prinsip2 dan kaidah2 Islam.
Sebagai contoh, konsep Tauhid. Dahulu kaum kafir Quraisy menyembah Allah sebagai tuhannya, berikut dalilnya:
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus [10]: 31)
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)
Setelah Rasulullah menebarkan risalah dan cahaya Islam ke seluruh jazirah Arab bahkan dunia, maka konsep tauhid kaum kafir Quraisy berubah.
Konsep Rubbubiyah.
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.
Konsep Rubbubiyah
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum kafir Quraisy. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang kafir Quraisy dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Sepengetahuan saya, kaum Salafy Ahlusunnah Waljama’ah TIDAK PERNAH MENGKAFIRKAN Muslim lain. Karena sesuai dengan pesan Rasulullah:
Dari Ibnu Umar, Nabi Saw bersabda, “Apabila seseorang mengkafirkan saudaranya maka sungguh tuduhannya itu akan kembali terarah kepada salah seorang di antara mereka berdua.”Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Apabila sebagaimana apa yang dia katakan -maka dia tidak bersalah- akan tetapi apabila tidak sebagaimana yang dia tuduh maka tuduhan itu justru kembali kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim[2/126-127] dan Shahih Bukhari, hal. 1254)
Apabila ada sebagian kaum Muslimin, yang berbeda cara beribadah, cara bermuamalah, dengan Rasulullah dan para Shahabat, maka dikembalikan kepada orang itu sendiri, terserah mengikuti Islam yang mana, cara yg sesuai Rasulullah atau yg lain.
Begitupula dengan Maulid Nabi, dimana pada zaman Rasulullah, para Shahabat Nabi Saw, Khalifah Urasyidin, Tabi’in, Tabi’it Tabiin, para Imam 4 Mazhab (Malik, Hanafi, Syafi’i, Hambali), Bukhari, Muslim, Ibnu Taimiyah, dll, TIDAK PERNAH mengadakan Maulid. Kaum Salafy Ahlusunnah Waljama’ah, jelas mengikutinya.
Justru yang sering mengadakan perayaan Maulid adalah kaum Syi’ah, Sufi Bathiniyah, dll. Itupun kembali ke kaum muslimin, terserah mengikuti kaum yg mengada2 atau sesuai Rasulullah dan para Shahabat atau tidak....
setuju bos..
HapusSaya mau tanya pak:
BalasHapus1. Coba anda tulis sejarah tentang wahabi, dan apa saja pemikirannya?
2. lalu menurut Anda konsep tauhid yang benar sperti apa?
monon dijawab!!!!!
@Arif
BalasHapusSejarah wahabi sudah sangat populer sebagai sejarah yang berdarah..ini disebabkan pendiri kelompok ini menganggap sesat semua umat Islam pada saat itu..silahkan anda cari sumbernya
pada awal kemunculannya kelompok ini memberontak terhadap khalifah, memerangi Amir mekkah (syarif Husain) dan membunuh mufti mekkah
http://kabarislam.wordpress.com/2012/12/21/sejarah-wahabi-dan-muhammad-bin-abdul-wahhab/muftimekkah/
Hingga berdirilah kerajaan saudi Arabia antek amerika...
Sekarang kalian (wahabi) teriak-teriak untuk tidak menutup diri terhadap ajaran wahabi..sembari mejuluki umat Islam indonesia sebagai penyembah kubur dan ahlul bidah... nah yang menyebarkan kebencian siapa? Ulama besar suriah sekaliber syaikh Al Buthi saja tega kalian bom...mana ada orang Islam tega membunuh orang Islam yang lain tanpa hak.
Tauhid yang benar adalah yang diajarkan Oleh Rasulullah..Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhmamad adalah rasulnya...
ikut ajaran Sayyidina Muhammad lewat Quran Hadist yang dijelaskan oleh para ulama yang keilmuan dan pemahamannya sambung menyambung murid-guru terus sampai ke Rasul, bukan dari ustadz yang baca Quran dan Hadist terjemahan lalu menyimpulkan sendiri itu haram ini bidah...
Coba anda renungkan bahwa darah daging Rasulullah sendiri samapi sekarang tidak ada yang jadi wahabi..
Astagfirullah 'ala nafsi .
HapusYa, beberapa orang bahkan ada yang mencibir Gus fulan, Habib fulan, Kyai fulan dsb.
Memangnya apa yang mereka lakukan dengan cibiran itu membuat mereka secara nasab lebih dekat ke Kanjeng Nabi SAW atau lebih mulia? lebih selamat di hari akhir nanti?. Padahal seluruh silsilah pasti hancur pada hari kiamat kecuali silsilah Kanjeng Nabi SAW. Maka beruntunglah mereka yang mendapat barokah bisa dekat dengan dzuriyatnya.
Atau mereka merasa karena bersemboyan 'kembali ke Al Quran dan Hadits' mereka lebih murni atau bahkan lebih diterima ibadahnya di sisiNya padahal Allah SWT tidak sekalipun membutuhkan kepada ibadah manusia. Lalu bagaimana mungkin kita semua merasa ibadah kita pantas diterima olehNya.
Janganlah kalian tuduh NU itu ahli bidah apalagi kafir.
Memangnya kaliankah yang lebih mengayomi atau membawa ketenangan pada umat Islam Indonesia ini. Memangnya Wahabikah yang turut membantu perjuangan bangsa ini merebut kemerdekaan? Sehingga kita bisa ngenet bebas kayak sekarang ini.
Anda hai pencuap ahlul bidah adalah momok bagi banyak orang karena cara dakwah kalian lebih tepat sebagai memerangi ketimbang berdakwah.
Saya senang jika kita semua sanggup menerima pluralitas tanpa ada istilah ahli bidah dan sebagainya.
ya tu para wahhabi tu ape kagak ngaca mereka semua tu insyaallah bisa jadi moslem karena melalui para wali2, eh ...kok sekarang benci malah nuduh yg kagak2 sama ajaran salafussholeh. kan kita juga punya dasar masing2 jadi kagak usahlah mbacot yg lebay gitu. apa emang kamu diajarin sama guru2 ente kayak gitu? Dasar.......duancokkk lo !!!!!!
BalasHapusRasulullah SAW tidak membenci ajaran dari nabi Adam As sampai ke nabi Isa As sampai pada dirinya dan seterusnya beliau akhirnya berwasiat untuk seluruh umat manusia karena Islam telah diridhoi Allah SWT .... Maka kita sebagai generasi penerusnya sampaikan Islam keseluruh penjuru dunia.... BUKAN MENYAMPAIKAN PERSELISIHAN.... !!!
BalasHapus