Cari Blog Ini

27 Agustus 2011

Kisah Dramatis di balik Pencalonan Diri Pimpinan KPK, Abdullah Hehamahua

Langkah Abdullah
Hehamahua dalam pencalonan pandawa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terbilang mulus. Empat tahapan tes oleh Pansel KPK dapat dilaluinya dengan baik.
Bahkan, hampir tak ada catatan buruk dalam hasil penelusuran
rekam jejaknya. Alhasil, Abdullah masuk dalam jajaran delapan besar nama usulan Pansel KPK untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan di
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

Namun, siapa sangka, keputusannya melaju dalam bursa pemilihan pimpinan KPK ini diakuinya bukan keputusan mudah.
”Kurang 5 hari batas pendaftaran capim KPK, banyak pihak mendorong saya, tapi saya butuh fatwa yang mampu mematahkan keyakinan saya waktu itu, sampai akhirnya Pak Said Zainal Abidin (Penasihat
KPK lainnya) masuk ke ruangan saya,” ujarnya, Kamis
(18/8/2011).

Memang bukan kali ini saja
Abdullah mendapat dukungan berbagai pihak untuk maju dalam pencalonan pimpinan
KPK. Dia menuturkan, dukungan pertama diperolehnya pada saat masih menjabat sebagai Komisioner Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN), kisaran tahun 2001-2004.

”Susilo Bambang Yudhoyono selaku Menkopolhukam menelepon dan mengatakan saya pantas menjadi Ketua KPK,” kata Abdullah.

Sebenarnya, Abdullah mengaku tidak berkeberatan jika diberi amanah memimpin KPK.
Namun, dalam perjalanan pencalonan dirinya, ada dua hal yang lalu membuat dia
mundur. Pertama, adalah diwajibkannya membuat surat
lamaran kerja.
Kedua, syarat wajib membuat Surat Kelakuan Baik (SKB) dari Kepolisian. Mengacu pada keyakinannya, posisi pemimpin menurut Abdullah adalah pantang untuk diminta. Dengan membuat surat lamaran kerja, kata dia, sama halnya dengan membuat permintaan atas
posisi tersebut.
”Hadis nabi mengatakan jangan
memberi jabatan pemimpin pada orang yang meminta, karenanya kalau saya harus meminta jabatan itu, itu tidak sesuai dengan keyakinan saya,”
ujarnya.

Sementara untuk Surat Kelakuan Baik dari Kepolisian, dia berpendapat syarat itu kurang pas dikenakan padanya.

Selaku penyelenggara negara waktu itu, lanjutnya, terasa ganjil jika harus memberikan
sejumlah uang administratif pada polisi untuk mendapat
selembar Surat Kelakuan Baik(SKB). ”Saya agak tersinggung,”
katanya.

Karena alasan itulah, dua kali putaran pencalonan pimpinan KPK yang dibuka sebelumnya, Abdullah tak pernah turut serta meramaikan.

Berbeda dengan pencalonannya kali ini, dia mengaku sudah mendapat alasan kuat yang membuatnya sanggup mematahkan keyakinannya sendiri.

”Pak Said bilang, apa yang saya yakini itu hanya berlaku untuk kondisi normal, kalau sekarang menurut beliau saya harus maju karena kondisinya sudah harus perang melawan korupsi,”
tuturnya. Dia lalu berkisah, di zaman Rasulullah SAW, tepatnya di
masa perang, datang seorang laki-laki tua renta dan cacat
kepada Rasul. Lalu, disampaikan niatan hatinya
untuk turut serta dalam perang.

Melihat kondisi sang umat, Rasul menolaknya dengan mengatakan tiada kewajiban
baginya ikut perang. Namun,
rupanya tekad lelaki itu sudah
bulat. Didatanginya kembali Rasulullah hingga tiga kali.

Terakhir dia bertanya pada
Rasul, ”Apakah orang tua dan cacat
tidak berhak ikut berjihad dan
mati sahid?”. Dari kisah itu saya jadi sadar,
saya harus ikut berperang,”
tegasnya.(okezone.com)

Membaca kisah dramatis-heroik ini, saya menjadi yakin bahwa akan selalu masih ada orang-orang yang berpegang teguh dan berkomitmen terhadap nilai dan idealisme yang ia yakini dalam hidup. Apapun label yang melekat tak seharusnya membuat ia lupa. Itulah yang akan membuat hidup semakin bernilai untuk dipertahankan. Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran dan teladan yang bisa menjadi motivasi merubah orientasi hidup untuk menjadi lebih berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar