Cari Blog Ini

29 Oktober 2011

Mengenal Kriteria Haji Mabrur yang Berbalas Surga



Haji adalah salah satu diantara syari’at-syari’at ummat terdahulu, dalam arti bukan syari’at yang khusus untuk ummat Nabi Muhammad berdasarkan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Adam as. Melaksanakan ibadah haji empat puluh kali dari India ke Mekah dengan berjalan kaki. Pada awalnya, Ka’bah itu berupa zamrud hijau dan diselimuti dengan kiswah (tirai) dari surga. Lalu ketika terjadi banjir bah besar di zaman Nabi Nuh as., Ka’bah diangkat ke langit ke empat sehingga runtuhan tempat asal mula ka’bah kosong sampai zaman Nabi Ibrahim as. Setelah Nabi Ibrahim memperoleh putra Nabi Ishaq dan Ismail, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah kembali dengan dibimbing oleh Jibril dan dibantu putranya Ismail, karena itulah banyak orang yang berasumsi bahwa Ka’bah di bangun oleh nabi Ibrahim di masa hidup beliau, padahal sebenarnya Ka’bah dibangun oleh para malaikat dua ribu tahun sebelum Allah menciptakan Nabi Adam. Allah berfirman dalam al’quran:

ان اول بيت وضع للناس للزى ببكة مباركا وهوى للعلمين )

‘’Sesunguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkai dan menjadi petunjuk bagi semua manusia’’
(QS: Al-Imran 96)

Haji adalah ibadah yang sangat besar keistimewaannya. Dalam salah satu riwayat, Rasulullah bersabda:

الحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة

‘’Haji yang mabrur itu tak ada balasan yang layak kecuali surga’’ (Muttafaqun ‘alaih).

Pada hadis yang lain juga disebutkan bahwa haji itu dapat menghapus dosa-dosa kecil dan
Besar, tapi sekali lagi dengan catatan haji tersebut diterima oleh Allah atau disebut juga haji mabrur. Lalu apa tanda-tanda haji yang mabrur?

Adapun di antara tanda-tanda haji yang mabrur adalah, apabila seseorang itu selalu berkata dengan perkataan yang baik, suka menginfaqkan hartanya di jalan Allah (berjiwa sosial tinggi ) dan menjauhi hal-hal yang buruk menurut agama. Rasulullah bersabda, ‘’Bakti orang haji adalah suka memberi makan dan perkataan yang lembut”. (HR Ahmad dan Hakim)

Tidak semua orang yang berhaji diterima oleh Allah SAW., Sebagaimana tidak semua orang yang melamar pekerjaan diterima oleh pihak perusahaan. Aagar haji kita diterima, kita harus menjalankan rukun dan kewajiban haji degan baik, selai itu kita juga harus menjaga hati dan perbuatan kita dari hal-hal yang tidak pantas, karena kita berada di baitillah al-haram -rumah Allah yang mulia-. Hal ini sesuai dengan hadis:
من حج ولم يرفث ولم يفسق خرج من خطياه كيوم ولدته امه " رواه البخارى و المسلم "
Kita dilarang berkata dan berbuat buruk sebagai syarat diterima haji, sehingga kita pulang dalam keadaan seperti bayi yang baru lahir alias suci tanpa dosa, baik dosa besar maupun kecil.

Hikmah Dalam Rukun-Rukun Haji

Jika dilihat sekilas, ritual ibadah haji memang lebih menonjol segi af’alnya (perbuatan) daripada taabbudiahyah (nilai ibadah). berikut ini akan kami paparkan hikmah-hikmah dalam ritual haji, sehingga akan tersingkap rahasia-rahasia yang tersembunyi di dalamnya dan akan didapat dengan menghayatinya pengalaman spiritual yang luar biasa.
Pertama: Ketika kita memakai kain ihrom, kain kafan. Senbagaimana kita memakai baju ketika haji yang berbeda dari biasanya, Kita juga akan memakai baju setah meningal yang berbeda dari sebelumnya’ dan perbaikilah niat kita karene niat adalah riah niatnya (lihat: Niat Sebagai Baromiter Ibadah).

Kedua: Ketika kita memasuki miqot, ingatlah keadan anda pada hari ditiupnya sangkakala, diwaktu itu kita berharab-harab cemas apakah haji yang kita laksanakan akan mudah dan diterima, atau tidak. Sebagaimana pada hari kebankitan kita bingung, akan tergolong orang yang beruntung atau orang yang celaka.

Ketiga: Ketika kita thowaf, hadirkanlah dalam hati kita bahwa bukan tubuh kita yang mengeliligni ka’ba, tapi thowafnya hati dengan mengingat Allah, sehjinga kita tidak memulai dan mengakhirinya kecuali dalam keadaan megingat Allah. Sebagaimana tubuh adalah contoh nyata untuk mengambarkan isi hati seseorang, begitu pula kita menghadirkan Rabbul ka’bah ketika kita mengelilinginya.

Kempat: Ketika kita sa’I antara Shofa dan Marwah, bayangkanlah bahwa kita menyerupai seorang hamba yang mondar-mandir di halaman rumah raj, sambil menampakkan keikhlasannya dal mengabdi, mengharap perhatian danm belas kasihannya, seperti orang yang tidak tahu keputusan raja, akan dipenuhi atau tidakkah hak-haknya. Sehinga kita lebih ikhlas dalam menjalankan sa’I kita.

Kelima: Wuquf di Arafah ketika itu kita berkumpul dengan ummat islam dari berbagai belahan dunia, di sana ada wali, orang sholeh dan bermacam-macam yang lainnya. Maka ingat lah di hari masyar, hari berkkum pulnya ummat manusia, dari zaman nabi Adam sampai hari kiamat nanti, masing-masing ummat mengadu pada nabinya dan mengharap syafaatnya. Mereka bingung –di suatu tempat- antara diterima dan tidaknya amal mereka. Jika kita sudah mangingatnya, bersikab rendah diri dan mengharab-harab rahmatnya sehingga kita digolongkan termasuk orang yang beruntung dan dirahmati olehnya, dan jauhi buruk sangka pada Allah, jangan sampai kita berfikir Allah akan menyia-nyiakan haji kita, karna itu termasuk dosa besar, dikatakan dalam ihya’Ulumuddin lil imam al-Qozali:
ان من اعطم الزنوب ان يحضر عرافات ويظن ان الله تعالى لم يغفر
“sesungguhnya termasuk dosa besar adalah hadirnya seseorang di Arafah (ketika haji) dan menyangka bahwa Allah tidak akan mengampuninya”

Jika kita sudah melaksanakannya, secara otomatis kita akan dapat tanda-tanda haji mabrur pada diri kita sebagai wujud implementasi diterimanya haji kita, baik kita sediri tidak. Tapi jika kita kita tidak mendapatinya pada diri kita, maka kembalilah pada diri kita masing-masing, introspeksi diri kita, apakah harta kita bener-bener halal, atau apakah nilai kita benar-benar lillahi ta’ala -bukan untuk titel haji-, atau apakah kita tidak melakukan hal-hal yang kurang baik dalam ritual haji kita.

Akhirnya, mari kita berdo’a memohon kepada Allah, semoga Allah menerima ibadah haji kita, haji orang tua dan sanak saudara kita, sehingga kita semua pulang dengan oleh-oleh haji yang mabrur. Amin.

Huston Smith : Rukun islam yang kelima adalah Ibadah haji. Tujuan dasar ibadah haji adalah untuk mempertinggi pengabdian kepada Allah dan kepada kehen dak yang mewahyukan. Setiap orang yang mendekati Ka’bah memakakai pakaian yang sempurna, segala yang mewujudkan tanda pangkat dan kekuasaan ditinggalkannya. Raja dan gembel berdiri menghadap tuhan dalam keadannya sebagai manusia yang takterbagi-bagi. Islam menekankan persamaan mutlak anta setiap rasa manusia.

Amiruddin Fahmi
November, 2007

1 komentar: