Legalitas perkawinan sejenis telah menjadi
agenda jangka panjang LSM yang concern terhadap eksistensi mereka
termasuk Komnas Perempuan.
Gerakan mereka sudah cukup mengkhawatirkan sehingga memaksa Menteri agama,
Suryadharma Ali, melontarkan statement kekhawatiran tentang ancaman dari
mereka. Opini yang dilemparkan Suryadharma Ali patut mendapat perhatian serius
umat Islam jika tidak ingin potensi legalisasi perkawinan sejenis menjadi nyata di Indonesia.
Berikut ini wawancara Amiruddin Fahmi dari majalah El-Bashiroh dengan Prof. Dr.
Muhammad Baharun, Rektor Universitas Nasional PASIM Bandung yang juga Ketua
Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di sela
kunjungannya ke Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah 25 April 2012 kemarin.
Legalitas perkawinan sejenis di
Indonesia saat ini sedang jadi wacana yang mengemuka. Benarkah hal itu?
Jangankan Islam, agama Katolik, Kristen nggak bisa membenarkan perkawinan
sejenis. Kalau itu dilaksanakan maka tunggu azab Allah. Karena apa? Ini sudah
merusak sistemnya Allah bahwa perempuan itu untuk lelaki dan lelaki untuk
perempuan. “Hunna libasun lakum wa antum libasun lahum”. Kalau sudah
begini (akan) merusak sunnatullah dan merusak apa yang didesain oleh Allah. Saya satu bulan yang lalu ke Eropa. Teman
saya itu satu rombongan dari Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional) Indonesia
bilang begini sama saya, “Muhammad Baharun, saya ndak melihat ada orang Eropa
ini, di Brussel waktu
itu- rata-rata baik di Brussel maupun daerah lainnya itu tidak melihat ada
bayi”. Terus saya bilang, “nah, itu bayi!”. Lha itu bayi apa? Dilihat
(ternyata) China bukan Eropa. China bawa bayinya, Jepang bawa bayinya, orang Korea yang tinggal di sini bawa
bayinya, orang kulit hitam, Afrika, ada orang Arab
lagi, datang bawa
anaknya. Seluruh Eropa malah
tidak. Jadi apa? Nggak ada perkawinan di sana. Lembaga
perkawinan nggak ada.
Ini sepuluh dua puluh tahun lagi habis orang Eropa. Menyusut. Kalau bangsa-bangsa
lain bertambah, China bertambah sampai satu milyar, Eropa bakal habis. Karena
ini, (perkawinan) sejenis.
Perempuan nggak ingin kawin, dia ketemu sesama perempuannya, untuk hidup
sesama jenisnya. Walaupun tidak dibuat undang-undangnya. Mereka itu sudah
mempraktekkan itu.
Menteri Agama, Suryadharma Ali, ketika di
Bandung menyampaikan statement berisi kekhawatiran terhadap legalitas
perkawinan sejenis yang sedang diperjuangkan LSM pendukung mereka. Apakah benar
gerakannya sudah seserius itu?
Nggak. Nggak akan jalan. Itu gila itu. Kalau DPR
menyetujui itu, sudah,
saya nggak tahu apa yang dilegalkan oleh benaknya orang-orang DPR itu. Ini
sudah jelas pelanggaran etika, pelanggaran agama, budaya, segala macam.
Kalau di negara lain seperti Amerika
Serikat, Belanda, Kanada, Thailand, perjuangan mereka berhasil. Undang-undang
mereka disahkan dan diakui sebagai undang-undang negara.
Ya mereka (negara yang tersebut di atas) tidak
beragama. Indonesia beragama. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau di Amerika
sudah meng-golkan itu sudah wajar karena negara itu tidak berlandaskan
agama. Kalau di Indonesia ini berlandaskan agama. Karena apa? Sila pertama itu Ketuhanan
Yang Maha Esa. Undang-undang dasar kita itu “Berkat Rahmat Allah”. Lha
mau dikemanakan ini? Setiap undang-undang itu selalu menyebut “Berkat
Rahmat Allah”. Atas nama Tuhan yang dibawa itu. Sekarang atas nama tuhan apa
mungkin pasal-pasal yang di dalam undang-undang itu berlawanan dengan hukum
tuhan. Kan nggak mungkin itu.
Jadi memang kita tidak mengingkari di DPR itu
banyak LSM-LSM yang dibiayai oleh Barat untuk merusak Indonesia ini. Yang di belakangnya
itu pasti zionisme internasional yang tidak menginginkan hukum Islam syariat Islam
berlaku di sini. Dilemahkan melalui banyaknya undang-undang yang berbau
sekuler. Jadi umat Islam, wakil-wakil umat Islam itu harus bicara.
Berarti, kemungkinan untuk itu
(legalitas perkawinan sejenis) nihil di Indonesia?
Usulan-usulan yang secara sporadis kan ada dari
mereka itu. ‘Kan sudah mulai ditunjukkan oleh mereka itu bahwa harus diberi kesempatan
orang untuk hal-hal itu dengan alasan Hak Asasi Manusia. Jadi apakah agama itu
tidak mengatur hak-hak manusia? ‘Kan mengatur juga. Mengapa harus lewat mereka? Mereka
itu berbicara tentang hak asasi manusia kan tidak atas nama agama. Yang harus mereka hormati itu bahwa Indonesia
adalah negara beragama. Semua berlandaskan agama. Karena sila pertama itu Ketuhanan
Yang Maha Esa. Dan mayoritas penduduk itu umat Islam. Jadi harus mendengar
suara mayoritas ini. Sebagai representasi dari suara rakyat. Katanya demokrasi,
demokrasi itu kan representasi dari suara mayoritas. Mayoritas umat Islam itu
orang beragama. Orang beragama Islam itu
menolak sistem seperti itu.
Argumen yang mereka sampaikan,
mereka juga menuntut hak sebagaimana pasangan normal lainnya. Mereka tidak mau
didiskriminasi.
Tidak boleh seperti itu. Ini penyimpangan.
Penyimpangan itu tidak boleh diatur oleh undang-undang. Penyimpangan itu kalau
diatur oleh undang-undang, nanti ada anak ga
mau kawin sama laki, maunya sama perempuan dan didukung perundang-undangan, kan repot.
Bagaimana sikap MUI sendiri
sebagai representasi ulama di dalam pemerintahan menyikapi masalah ini?
Tentu saja kami tegas menolak
wacana ini. Hanya saja belum ada RUU di DPR. Dan seluruh komunitas muslim harus
tegas menyatakan sikap. Seperti kasus KKG (Kesetaraan dan Keadilan Gender) yang
terjadi sekarang ini (rancangan undang-undang ini sekarang sedang dibahas di
DPR; red). Kami di DPR secara tegas menolak RUU ini, seluruhnya. Seluruh pasal
dalam undang-undang ini kami tolak seluruhnya. Karena substansinya terjadi
penyimpangan. Penyimpangan kok didukung. Kebetulan komisi hukum komisi saya.
Saya buka ini. Kemarin kami sudah mengutus Neng Zubaidah (Dr. Neng Zubaidah SH.
MH, anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat) untuk bicara di
Metro TV. Artinya, MUI secara tegas akan menolak jika suatu saat isu ini
menjadi RUU. Ya, jelas itu.